Sabtu, 27 Maret 2021

Pengikat makna 3

Salah satu hal yang penting dalam sebuah organisasi adalah teamwork. Dan dibutuhkan kekuatan yang bersinergi untuk membuat sebuah teamwork kokoh dan tetap positif

Mengingat pekan ini kami belajar kata sinergi. Dan jika dikaitkan dengan program sejuta cinta dari Ibu Profesional, jelas sekali bahwa ilmu tersebut akan kami butuhkan di sejuta cinta. Bukan hanya kebutuhan dengan merapi dokumen atau menghubungi dinas luar dll. Tapi untuk memmbuat sebuah program di SC itu betul dan benar butuh tim. Sebagai contoh, saya nga bisa bayangkan. Bahwa bagaimana kondisi penyaluran bantuan korban banjir di Kalimantan Selatan. Tentu butuh bersinergis dengan para volunteer, dll.

Nagh berikut kami ditantang untuk membuat sebuah gambaran tentang kegiatan sosial, bagaimana proses terlibatnya saya di dalam project tersebut, bagaimana saya bisa melatih kecakapan saya dalam memasak. Dll




#habituasi2

#Sejutacintaibuprofesional

Sabtu, 20 Maret 2021

Pengikat makna #2


Empati dan simpati adalah hal yang kerap bergaris tipis. Saya yang mantan nakespun terkadang mencampur adukkan kedua hal tersebut. Apalagi kami sering dihadapkan kepada situasi yang sulit untuk menempatkan empati dan simpati ini. Terkadang saya yang melankolis harus diingatkann oleh teman sejawat ketika ada pasien kami yang meninggal dan saya ikut menangis merangkul anggota keluarganya. Ataukah ketika ada kelahiran, melihat si ibu kesakitan menahan kontraksi, emosi saya ikut larut dengan suasana. 

Kali ini kami di kelas habituasi kembali belajar. Bagaimana berempati dan bersimpati yang benar. 

Saya mencoba mengangkat isu yang terjadi disekitar kita terkait dengan situasi pandemi sekarang adalah tingkat stressor orang tua terutama ibu mendampingi anak selama Belajar Di Rumah atau dikenal dengan sebutan BDR. 

Sekilas mendengar curhatan pada ibu-ibu komplek. Apalagi secara kebetulan saya membuka bimbingan belajar anak, otomatis curhatan bermakna serupa hampir selalu saya dapati ketika seorang ibu mendaftarkan anaknya ikut bimbel. Ungkapan ketidak sanggupan mendampingi anaknya. Anaknya yang maunya main aja nga mau belajar. Ibunya yang bekerja dan tidak punya waktu mendampingi anaknya. 

Mirisnya terkadang dari ketidaksanggupan tersebut berujung pada luapan emosi orangtua kepada anak. Situasi pandemi bak buah simalakama. Tak ayal imbasnya ada pada anak. Bukannya menciptakan bonding dengan orang tua tapi malah membuat anak tak menikmati petualangan belajarnya. 


Tak seharusnya menyalahkan sekolah, guru dan segenap  komponen pendidik. "Makan gaji buta"

"Enak sekali guru-guru sekarang, tinggal kirim-kirim tugas"

Percayalah...para gurupun tak menyukai situasi demikian, merekapun ingin agar sekolah segera kembali berjalan sebagaimana mestinya. 

Ujung tonggaknya benar ada pada orang tua. Bagaimana menyikapi proses belajar selama pandemi ini. Bagaimana belajar mengelola emosi. Pun untuk tenaga pendidik diharapkan memiliki inovasi yang mumpuni dalam proses belajar mengajar. Apakah dengan menggunakan metode funlearning lewat zoom, dengan sesekali memberikan tugas bukan hanya dari buku tapi sesuatu hal yang bisa dikerjakan di ruang terbuka agar anak tidak merasa bosan.

Hal yang sama tentu juga diharapkan dari Pemenrintah. Dengan mengubah sistem belajar menjadi belajar dari rumah. Harusnya Pemerintahpun dengan sigap memiliki terobosan untuk kurikulum belajar online mereka. Dengan begitu orang tua tidak merasa terbebani

#habituasi2


Selasa, 15 Desember 2020

Xtra miles, hayooo berlari....

Masuk di zona yang bener-bener terasa berlari, tapi saya merasa hanya sekedar menulis saja. Tanpa ada impact yang nyata. Kadang juga terkendala oleh manajemen waktu dan akhirnya menumpuk pekerjaan menjadi satu. Pekan awal energi saya full tangka, ikut live dan menyetel alarm ketika waktunya sang founding mother live  dengan materinya, saya sudah stay dengan head seat, meskipun terkadang dibawa tidur karena live ibu di jam Kalimantan tergolong jam ngelonin anak. Anak tidur, emak ikutan tidur, mau nga mau live harus ditonton ulang di pagi hari ketika menyiapkan sarapan. Namun, jujur tidak mudah bagi saya melakukan hal tersebut, terkadang mood swing datang menjadikan focus saya terdistraksi. Pekan pertama berhasil sukses dilewatkan sesuai scendule, tapi pekan selanjutnya kadang molor dikerjain di jam ciderella. Atau ada aja gangguan yang lain yang menyebabkan aktivitas menjadi seorang hexagonia memanjang, menumpuk.

Saya belajar dari pola belajar saya yang demikian, yang terjadi membuat saya bergerak lambat. Yang berdampak pada output saya di bunda produktif ini. Dan akhirnya pekan ini setelah menyimak penjelasan dari founding mother  saya mulai memahami. Seperti saya kurang pelatihan ekstra. Untuk menjadikan bidang kepenulisan yang memang merupakan salah satu passion saya, maka saya memerlukan sebuah Latihan ekstra

Setelah rapat vitual di CH kami mencoba meramu list kita masing-masing. Dan bertemu lagi pekan selanjutnya untuk mendiskusikan ekstra miles masing-masing. Apa yang dirasakan setelah sepekan bergelut dengan “janji” yang disepakati dengan diri sendiri.

Hectic pekan lalu karena lagi-lagi saya diselingi kegiatan “medadak” dengan penyakit yang membuat daily activity saya terganggu. Tetiba saya urtikaria, badan terasa panas dan gatal, dan benar-benar sangat menganggu, sehingga aktivitas saya tak hanya di hexagonia pun kegiatan domestic menjadi terganggu. Saya harus ke berkali-kali ke dokter karena dalam sepekan 3 kali urtikaria  saya kambuh. Akhirnya dokter spesialis kulit meresepkan obat untuk dua pekan kedepan. Semoga kedepannya lebih stabil, dan urtikarianya tidak kambuh lagi.

Saya salut dengan team CH 4 yang ditengah peristiwa “hectic nan berlari” ini masih waras, masih dengan emosi stabil saling mendukung dan memberi semangat. Malu rasanya ketika saya hendak berhenti di pekan ini hanya karena menulis di jam-jam cinderella

Extra mile kami lalu dikelompokkan kedalam beberapa action list. Saya memutuskan untuk memilih ranah one week one article dengan tetap mengacu pada tantangan ngepost di hari pertama yaitu hari Rabu, juga memasukkan list pengembangan tulisan karena saya merasa Tulisa saya selama ini belum berjiwa tapi saya percaya passion saya yang menyenangi dunia kepenulisan itu bisa dijadikan dongkrank semangat.